Jumat, 21 November 2008

KEPRIBADIAN POSITIF . . . KUNCI KEBERHASILAN KEPRIBADIAN ADALAH ROH-NYA PROFESI

"Sikap Profesi" yang telah men-tradisi dalam kepribadian mereka ini ternyata bersesuaian dengan ajaran profesi yang umum dianut oleh setiap organisasi profesi secara universal, dimana terlebih dahulu "dia harus menggarap dirinya sendiri sebagai ‘obyek penelitian' yang pertama-tama harus disorotinya", harus berupaya menyelidiki apa-apa sajakah "faktor-faktor dominan kelemahan dan kekuatan" yang melekat pada batang tubuhnya, dan baru kemudian menanggapi faktor lingkungannya secara "proporsional".

Karenanya surat cinta tersebut telah membangkitkan suasana batin untuk dengan rasa prihatin harus menerima kenyataan profil unjuk kerja Sejawat Saudara Kandung kita yang tidak berkenan mematuhi sumpah Apoteker yang pernah diikrarkannya, dan terlebih lagi nampaknya dengan sadar telah menanggalkan kesetiaannya pada Kode Etik Apoteker yang nota bene Sejawat Saudara Kandung kita sendiri yang telah merancang dan menetapkannya.

Gambaran kenyataan tersebut telah memancing dan merangsang pikiran untuk set back pada pertanyaan filsafati yang bersifat elementer, yang seharusnya sudah terjawab dahulu kala sebelum "mengikrarkan Sumpah Apoteker", yaitu tentang :Siapakah Apoteker; Dimana dia berada dan mau kemana dia; Apa yang dapat dia harapkan dari lingkungannya; Dan apa yang dapat dia berikan kepada lingkungannya ... ?!

Pertanyaan yang sifatnya elementer itu timbul karena adanya perasaan was-was ... jangan-jangan Kakak-kakaknya tidak mengetahui bahwa kedudukannya di Apotek adalah sebagai "Pemangku Profesi", atau mungkin berlagak pilon dan dengan sadar meninggalkan tempat pengabdian profesinya atau bahkan sudah mengambil keputusan untuk menanggalkan predikat profesinya yang telah sekian lama disandangnya ... ?!


Puji syukur Alhamdulillah, pertanyaan tersebut sudah terjawab dengan gamblang dan tegas dengan di-deklarasikan-nya "No Pharmacist...No Service" --- "Tiada Apoteker ...Tidak Ada Pelayanan" yang mewajibkan kepada setiap Apoteker untuk melaksanakan pengabdian profesinya, sebagaimana juga secara universal diwajibkan bagi setiap pemangku profesi lainnya;

"Take It ... or ...Leave It", sehingga tidak pantas lagi bilamana masih ada yang punya perasaan bimbang dan ragu, mengingat deklarasi tersebut sangat dapat dipertanggung jawabkan keabsahan dan kesahihannya baik ditinjau dari aspek moral, hukum dan sosial budaya maupun dari aspek keilmuan.

Deklarasi tersebut secara jitu telah memberi jawaban atas "Permasalahan" gagalnya profesi Apoteker di Apotek mencapai keberhasilan, dan agar deklarasi tersebut dapat tercipta dengan sebaik-baiknya, maka pada gilirannya kita dituntut untuk berusaha menemukan apakah gerangan yang menjadi "Akar" Permasalahannya ... ?!

Untuk melancarkan jalannya proses kegiatan untuk menemukan "Akar" Permasalahannya, maka kita akan mendasarkan diri pada hasil penelitian para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, yang pada umumnya menyatakan bahwa ternjata ada tiga faktor penting yang mendukung terjadinya suatu keberhasilan, yaitu "Pengetahuan", "Ketrampilan" dan "Kepribadian", dimana "faktor Kepribadian" punya peranan yang "sangat menonjol" dalam menentukan suatu keberhasilan.

Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa faktor "Kepribadian" selaku Pemangku Profesi" adalah yang menjadi "Akar" Permasalahan kegagalan profesi Apoteker di tempat pengabdiannya di Apotek ... Dan mengingat istilah kepribadian merupakan akar permasalahan yang menjadi topik bahasan, maka terlebih dahulu kita harus mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang disebut "Kepribadian"

Dalam upaya untuk menemukan gambaran yang jelas untuk memahami istilah "Kepribadian", maka kita juga akan mendasarkan diri pada hasil penelitian di bidang Sosekbud selama 50 tahun di Amerika yang dilakukan oleh Charles Schreiber, seorang arsitek, bersama-sama dengan Dr.Napolion Hill, seorang ilmuwan ilmu sosial, yang menyatakan bahwa :

Ternyata hanya 2 % dari penduduk Amerika yang benar-benar telah berhasil mencapai puncak kemajuan dalam kehidupannya, yang umumnya justru tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi, hanya sebagian kecil saja dari mereka yang merupakan alumni pendidikan tinggi, dan mereka tergolong orang-orang yang mempunyai "Kepribadian Positif" atau "Kepribadian Unggul" yang menjadi "The Ruling Class" dalam masyarakatnya dimana mereka hidup.

Adapun yang "cukup berhasil" mencapai kemajuan, yaitu lapisan masyarakat "menengah atas" yang mutu kehidupannya berkecukupan, banyaknya 10 % ; Yang "sekedar berhasil", yaitu lapisan "masyarakat menengah bawah" yang mutu kehidupannya pas-pasan, banyaknya 50 % ; Sedangkan sisanya yang "tidak berhasil", yaitu lapisan masyarakat miskin, banyaknya 38 %.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut Charles Schreiber dan Napolion Hill menyusun hipotesa kuantitatif yang menjelaskan patokan duga tentang bagaimana peristiwa atau kenyataan keberhasilan usaha di bidang ekonomi itu bisa terjadi disertai pengukuran yang logis, yang selanjutnya menyatakan bahwa :

"KEBERHASILAN" seseorang atau suatu bangsa di bidang ekonomi ditentukan oleh "Hasil Interaksi" antara "OTAK" yang memberikan kontribusi 15 % - - -dan - - - "KEPRIBADIAN" yang memberikan kontribusi 85 % dalam "mewujudkan suatu keberhasilan".

Yang dimaksud dengan "OTAK" ialah pengetahuan (knowledge) yang diperolehnya melalui "continuing education", dan yang dimaksud dengan "KEPRIBADIAN" atau juga disebut dengan istilah "WATAK" ialah pengalaman praktek yang diperolehnya melalui "continuing improvement".

Istilah "KEPRIBADIAN" itu sendiri mengandung komponen "bio aktif" yang disebut dengan istilah "Kerajinan Berdaya Upaya" yang kontribusinya 25 %, dan komponen "Sikap Mental/ Kesiapan Mental/Kewaspadaan Mental" yang kontribusinya 60 %. dalam mewujudkan suatu keberhasilan..

Sehubungan dengan hal tersebut maka secara singkat dapat dirumuskan bahwa "Tahu" dan "Berbuat" akan menghasilkan "keberhasilan" yang menandakan telah mentradisinya "Kepribadian Positif" atau "Kepribadian Unggul" merupakan "Akar" Permasalahan yang juga disebut "Kunci Keberhasilan" yang memberikan sumbangan yang sangat dominan pada seseorang atau masyarakat tertentu dalam upaya mencapai puncak keberhasilan, yang tercermin pada "sikap dan perilaku" yang bersangkutan, dan yang membedakannya dari orang lain atau masyarakat lainnya yang tidak berhasil mencapai keberhasilan.

Hipotesa Charles Schreiber tersebut telah dipergunakan sebagai dasar pemikiran dan kebijakan pembinaan dan pengembangan SDM oleh Perusahaan Multi Nasional IBM dan juga oleh beberapa kalangan intelektual di Indonesia, a.l..: ... Prof.Dr.Daoed Joesoef,.mantan.Menteri P&K, yang menyatakan bahwa "Entrepreneurship adalah suatu ‘profesi' yang khas yang merupakan gabungan/interaksi antara pengetahuan (knowledge) dan kiat (art)".

Pemahaman serupa juga dianut oleh Dr.Suparman Sumahamijaya M.A.Sc.AK. Guru Besar Fakultas Ekonomi UNPAD. Ketua Lembaga Bina Wiraswasta, dan demikian juga Drs.Santoso Harsokusumo MBA, Program Pendidikan Kewiraswastaan, yang. menyatakan bahwa "Setiap kemajuan ditentukan oleh kesediaan berjerih payah ( 25 %), pendidikan sekolah ( 15%) dan pengembangan kepribadian ( 60 %)".

Selanjutnya mengingat dalam ilmu sosial banyak istilah yang sama dipergunakan untuk maksud yang berbeda, ataupun istilah yang berbeda dipergunakan untuk maksud yang sama, maka hal ini menunjukkan bahwa sulit untuk memberikan satu rumusan yang dapat memuaskan semua orang; karenanya dipandang perlu memberikan penafsiran mengenai istilah kepribadian dalam rangka diperolehnya kesefahaman yang diharapkan akan dapat memberikan sumbangannya dalam pembinaan dan pengembangan profesi Apoteker.

PEMAHAMAN KEPRIBADIAN

Kepribadian atau Watak adalah hasil interaksi antara Kerajinan Berdaya Upaya (Kesediaan Berjerih Payah) yang memberikan kontribusi [25 %] + Sikap Mental [Kesiapan Mental / Kewaspadaan Mental] yang memberikan kontribusi [60 %] dalam mewujudkan suatu keberhasilan.

PEMAHAMAN KERAJINAN BERDAYA UPAYA

Menurut hasil penelitian menyatakan bahwa orang yang paling berhasil the ruling class di Amerika, pada umumnya mereka melakukan kegiatan berpikir, bekerja dan berkomunikasi yang bertalian dengan urusan bisnisnya, rata-rata 15 jam setiap harinya, dimana masalah utama yang dihadapinya adalah sangat terbatasnya sumber daya waktu

Umur manusia sangat terbatas dan waktu yang dimiliki manusia juga sangat terbatas, karena itu mereka perlu memanfaatkan setiap waktu dan kesempatan secara efisien, efektif dan produktif, dengan cara membudayakan "Continual Education", yang merupakan satu-satunya jalan untuk menabung sumber daya waktu (mendepositokan), dimana pengetahuan yang dikumpulkan selama menuntut ilmu sewaktu-waktu dapat dimunculkan kembali pada saat diperlukan, khususnya akan memberikan nilai guna dalam melakukan praktek eksperimen "continual improvement".

Proses kerajinan berdaya upaya continual education dan continual improvement merupakan salah satu cara yang efektif untuk menyegarkan "Tenaga Dalam" ("Daya Penggerak Dalam Diri") dalam rangka revitalisasi Sikap Mental (Kesiapan Mental/Kewaspadaan Mental) yang akan memelihara dan meningkatkan kemampuannya melihat "momentum" ("peluang" / "sandi-sandi perubahan lingkungan") dimana dia "harus bergegas menyergap momentum" tersebut, yang kemudian dikombinasikannya dengan keahlian dan kesediaan berjerih payah yang membuat keberhasilan.

Yang disebut momentum biasanya luput dari perhatian kebanyakan orang, karena tidak dapat dilihat secara "kasat mata", tapi hanya dapat dilihat oleh "mata hati" orang yang memiliki kewaspadaan mental, dan kalau "tidak bergegas", maka akan ketinggalan dan kehilangan peluang dan akan kehilangan saat-saat terbaiknya untuk mencapai keberhasilan.

Berkat kesediaan berjerih payah yang dilakukannya secara terus menerus, maka ilmu pengetahuan dan pengalamannya yang telah terhimpun akan "meng-kristal" berupa "core competence" yang memberi "makna" dan "nilai-nilai" yang mempertajam kewaspadaan mentalnya yang akan memandu dalam membuat disain dan implementasinya secara nyata.

PEMAHAMAN SIKAP MENTAL/KESIAPAN MENTAL/KEWASPADAAN MENTAL

Sikap Mental adalah habit of thoughts (kebiasaan berpikir)

Tuhan YME telah menganugerahkan dalam diri setiap oraang sesuatu yang disebut "mekanik naluri" yang disebut "gairah"; Gairah adalah keinginan, hasrat atau keberanian yang kuat yang memancing "rasa ingin tahu" yang menjadi "dasar kepribadian" orang yang akan menggerakkan pemiliknya ke arah sukses. Gairah adalah "pokok pangkal dari semua kemajuan". Dengan gairah tercapai hasil gemilang, tanpa gairah hanya dapat alasan untuk membenarkan kegagalan.

Bilamana dalam batin orang "gairah"-nya dipertemukan dengan "kepercayaan" maka akan menimbulkan apa yang disebut "Tenaga Dalam" atau "Daya Penggerak Dalam Diri" yang tiada lain adalah suatu "kekuatan yang dahsyat" yang akan membangkitkan dinamika proses interakasi antara "pengetahuan" yang berdomisili dalam "Otak" dan "kepercayaan" yang berdomisili dalam "Kata Hati" yang akan membangkitkan motivasi, disiplin dan etos kerja ("fanatisme") yang berkobar-kobar untuk bekerja keras dalam rangka mengejar keberhasilan.

Kepercayaan adalah keyakinan terhadap tata nilai baik (positif) dan lawannya buruk (negatif) sebagaimana terkandung dalam ajaran agama, ideologi, idealisme, altruisme yang merupakan referensi yang membimbing orang untuk memilih alternatif tindakan yang akan dilakukannya.

"Cara berpikir" dan "cara bertindak" yang dilakukan berulang-ulang maka menumpuk menjadi "kebiasaan berpikir" dan "kebiasaan bertindak" ; Dan selanjutnya tumpukan kebiasaan yang menahun akan membentuk "Kepribadian"("Watak"), dan seterusnya akan membentuk "Tradisi" dan pada akhirnya akan membentuk "Kebudayaan".

Kepribadian dapat melahirkan "kepribadian positif" yang akan membangkitkan "kekuasaan positf" ataupun "kepribadian negatif" yang dapat membangkitkan "kekuasaan negatif", oleh karenanya yang disebut kepribadian adalah identik dengan kekuasaan ; Dimana kekuasaan (power) apapun dapat digunakan secara positif atau negatif (power tends to corrupt).

Kepribadian atau watak adalah kebiasaan-kebiasaan yang telah menahun dan banyak orang beranggapan bahwa kepribadian merupakan pembawaan yang turun-temurun, pendapat ini ada benarnya, akan tetapi tidak diturunkan melalui darah, melainkan melalui keteladanan orang tua, masyarakat atau bangsa dalam cara berpikir, cara bersikap dan cara berbuat .

Kebiasaan cara berpikir negatif menimbulkan sikap dan tindakan negatif, menimbulkan kehidupan miskin, jadi kehidupan miskin adalah sebagai akibat cara berpikir miskin, oleh karena itu untuk merubah orang keluar dari kemiskinan hanyalah melalui cara merubah kebiasaan cara berpikirnya dengan jalan pendidikan yang berulang-ulang dan diparaktekkan.secara nyata.

Cara berpikir dan cara bersikap seseorang dalam menghadapi tekanan situasi sangat tergantung pada kepribadiannya dalam menanggapi situasi yang dihadapi ; Orang yang punya "Kepribadian Positif" akan menerimanya sebagai tantangan dan akan bertindak sesuai tantangan yang dihadapinya, karena itu dia akan menguasainya dan sekaligus memperkuat kemampuannya untuk mengusir tekanan-tekanan berikutnya, yang akan menjadi modal dasar dan landasan untuk menumbuh kembangkan "Kewaspadaan Mental"-nya

Hasil-hasil yang unggul timbul dari kebiasaan-kebiasaan dan bersandarkan pada perbuatan-perbuatan yang biasa, tapi dilakukan dengan cara luar biasa, yang merupakan buah yang dipetik dari sikap, cara berpikir dan cara berbuat yang telah melembaga yang mengabdikan sepenuhnya pada tujuan cita-cita ; Oleh karena itu, maka kebiasaan memegang peranan untuk mencapai keberhasilan dimana sejarah keberhasilan suatu bangsa tiada lain adalah tumpukan kebiasaan unggul yang mentradisi dan membudaya

Tidak ada komentar: