Jumat, 21 November 2008

Hubungan Industri Farmasi dan Dokter

Hubungan dokter-pasien dewasa ini merupakan topik yang semakin sering dibahas. Apalagi dengan semakin meningkatnya ketidakpuasan pasien dan keluarga terhadap layanan dokter di Indonesia maka pentingnya hubungan dokter-pasien yang baik semakin dirasakan. Bagaimana pula dengan hubungan industri farmasi dan dokter ? Kita dapat memandang hubungan ini dari berbagai segi. Media massa sering memberitakannya sebagai hubungan yang kurang sehat dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan harga obat di Indonesia semakin tak terjangkau. Industri farmasi melalui perusahaan yang memasarkan obatnya dituduh dengan berbagai cara membujuk dokter untuk meresepkan produknya. Sedangkan dokter diduga telah mengambil keuntungan dari peresepan obat tersebut. Opini publik mengenai hubungan seperti itu cukup kuat seolah memang sebagaian besar dokter melakukannya. Upaya profesi kedokteran dan farmasi untuk menegakkan etik dalam peran masing-masing sebenarnya cukup nyata. Ikatan Dokter Indonesia berkali-kali mengingatkan anggotanya agar berpihak pada masyarakat lemah dan tidak tergoda bujuk rayu perusahaan farmasi.

Di lain pihak profesi kepfarmasian serta perhimunan industri farmasi juga telah menyusun etik pemasaran yang pada dasarnya mencegah pemasaran obat dengan cara hubungan tak sehat dengan dokter. Pada panduan pemasaran tersebut jelas disebutkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pemasaran obat yang berkaitan dengan hubungan industri farmasi dengan dokter. Pemberian hadiah apalagi uang dilarang. Perusahaan farmasi dapat mendukung program pengembangan profesi dokter namun dukungan tersebut tidak dilakukan untuk perorangan tapi untuk pengembangan profesi atau institusi. Jika profesi kedokteran dan kefarmasian sudah mempunyai rambu-rambu dalam hubungan industri farmasi dan dokter kenapa masih ada kecurigaan masyarakat ? Masyarakat merasakan beban harga obat yang semakin tinggi. Meski mereka memahami biaya untuk penemuan obat baru amat mahal namun mereka juga merasakan bahwa banyak obat sekarang ini yang harganya sudah lebih tinggi daripada emas. Obat yang sudah habis masa patennya di Indonesia tak kunjung turun harganya. Padahal di negeri lain obat tersebut harganya diturunkan secara nyata. Beban yang dipikul masyarakat semakin terasa berat karena sebagian besar anggota masyarakat harus membayar harga tersebut dengan uang dari kantong mereka sendiri. Jumlah peserta asuransi kesehatan di negeri kita belumlah seperti yang diharapkan.

Mungkinkan hubungan industri farmasi-dokter dikembangkan untuk kepentingan yang lebih luas yaitu masyarakat. Industri farmasi memproduksi obat yang bermutu serta biaya pemasarannya tidak tinggi. Dokter menggunakan obat secara rasional dan tidak terpengaruh oleh bujukan perusahaan farmasi. Persaingan yang sehat di kalangan industri farmasi akan memperkuat industri farmasi. Sedangkan penggunaan obat secara rasional sesuai dengan prinsip profesi keberpihakkan kepada masyarakat luas (altruisme). Maukah industri farmasi di Indonesia meningkatkan kemampuannya sehingga lebih mampu bersaing? Maukah kalangan kedokteran menghapus berbagai previlege yang mungkin ada selama ini sebagai efek samping persaingan pemasaran obat yang tidak sehat ? Nampaknya jawabannya hanya satu yaitu : harus mau. Kalau tidak kepercayaan masyarakat kepada industri farmasi dan profesi kedokteran di negeri kita akan semakin pudar.
sumber: isfinasional

Tidak ada komentar: